Minggu, 30 Juni 2013

skripsi Matematika tentang Gaya belajar


STUDI OPTIMALISASI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA BERDASARKAN GAYA BELAJAR YANG DIMILIKI SISWA
DI MADRASAH TSANAWIYAH BPHBPI NUSANTARA VI
KAYU ARO


PROPOSAL SKRIPSI









OLEH :
RANDI HIDAYAT
NIM. 10 237 08







PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAIN) KERINCI
2012 M/1433 H



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan yang dimilikinya, sejak itulah timbul suatu gagasan untuk melakukan pengalihan,  pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang dimilikinya melalui proses yang disebut pendidikan. Sehingga dalam pertumbuhan sejarah manusia dan petumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi sejalan dengan tuntutan yang ada dalam masyarakat.  
Telah kita ketahui bahwa proses belajar mengajar merupakan kegiatan sosial. Dalam dunia pendidikan saat ini kita dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks dimana sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan zaman yang akan dapat bertahan. Pada kenyataannya semua bidang keilmuan maupun sektor kehidupan kita selalu dihadapkan kepada masalah-masalah yang memerlukan Matematika sebagai pemecahannya.
Dalam kitab suci al- Qur’an juga disebutkan bahwa manusia dituntut untuk mempelajari apa yang Allah SWT ciptakan agar manusia berilmu pengetahuan, begitu juga dengan perhitungan atau ilmu matematika sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat kelima:        
qèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat)bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dan menjelaskan tanda-tanda (kekeuasaan-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”[1]   

Matematika sebagai alat bantu dan pelayan ilmu tidak hanya untuk matematika sendiri tetapi juga untuk ilmu-ilmu lainnya, baik untuk kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis sebagai aplikasi dari matematika. Akan tetapi kenyataan lain menunjukkan bahwa rendahnya mutu  pendidikan terutama pendidikan matematika di SD, SMP, dan SMA adalah masih banyak siswa cenderung kurang menggemari pelajaran matematika bahkan mereka cenderung tidak tertarik belajar matematika. Kondisi seperti ini juga penulis temukan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro. Hasil belajar matematika siswa rata-rata masih tergolong rendah dibandingkan dengan Nilai Kentuntasan Minimun yang telah ditetapkan oleh pihak madrasah untuk mata pelajaran matematika, yaitu 60,00. Hasil belajar tersebut dapat kita lihat dari pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Nilai Rata-Rata Ujian Matematika Semester 2 Kelas VIII MTs BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro Tahun 2011/2012
No
Kelas
Nilai Rata-Rata Siswa
1.
Kelas VIII A
58,81
2.
Kelas VIII B
61,05
3.
Kelas VIII C
59,72
(Sumber : Guru Matematika MTs BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro)
Berdasarakan data di atas, terlihat bahwa nilai hasil matematika di kelas VIII tahun 2011/2012 masih dibawah nilai KKM yang telah ditetapkan. Menurut guru mata pelajaran matematika di madrasah tersebut, yang menyebabkan rendahnya rata-rata nilai matematika siswa tersebut adalah karena minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran matematika masih sangat rendah. Banyak siswa yang merasa pelajaran matematika sangat sulit dimengerti dan dipahami serta tidak adanya kemauan bagi siswa untuk mengulang di rumah pelajaran yang telah diterimanya di madrasah.
Sebagaimana kita ketahui, Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitannya dengan sifat-sifat murid, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat afektif seperti rasa percaya diri, rasa ingin tahu, tanggung jawab dan minat serta motivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Keberhasilan pendidikan juga sangat bergantung pada bagaimana pendidik atau guru menciptakan interaksi dengan peserta didiknya. Interaksi ini menyangkut bagaimana strategi, pendekatan, metode, serta teknik yang terapkan dan dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran.  Interaksi ini lebih disebut dengan model pembelajaran.
Pemilihan model pembelajaran di sekolah-sekolah pada saat ini tidak didasarkan pada kebutuhan siswa. Masih banyak ditemukan pengajaran yang dilakukan guru masih monoton, pembelajaran yang dilakukannya masih terpusat kepada guru. Interaksi pembelajarannya tidak efektif, guru hanya menerangkan materi, kemudian mencatatkannya di papan tulis, kemudian memberikan contoh dan latihan. Sedangkan siswa mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran, juga mempunyai kecepatan yang berbeda dalam menerima pelajaran.
Ketika pembelajaran yang dilakukan terpusat pada guru tanpa memperhatikan keadaan siswanya, tentu saja pembelajaran yang dilaksanakan tidak berjalan dengan baik. Kemungkinan siswa yang dapat menerima pelajaran dengan baik hanya beberapa orang saja. Hal tersebut sangat sering kita jumpai di sekolah dalam sebuah lokal hasil belajar siswa yang memiliki perbandingan yang jauh antara siswa yang nilainya tinggi dengan siswa yang nilainya rendah. Nilai yang tersebar tidak merata sehingga rata-rata hasil belajarnya masih rendah. Sehingga, guru harus berusaha merubah interaksi pembelajarannya menjadi pembelajaran yang juga terpusat pada siswanya.
Sisi lain yang sangat perlu diperhatikan, setiap individu siswa memiliki cara dan gaya belajar masing-masing, bagaimana mereka menyerap informasi dan mengola informasi yang disampaikan oleh pengajar atau bahan ajar yang mereka pelajari. Setiap orang pasti memiliki gaya tersendiri.
Masing-masing orang tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti satu cara belajar. Mereka juga tidak dapat diperlakukan sama dalam pembelajaran. Sehingga dengan gaya belajar mereka masing-masing mereka dapat menemukan caranya tersendiri yang dapat memacu prestasi mereka masing-masing. Sehingga hasil belajar yang dilakukannya juga maksimal dari masing-masing individu.
Menurut Bobbi dePorter dalam karya-karya buku Quantumnya (Quantum Teaching, Quantum Learning dan Quantum Learner) menyebutkan bahwa gaya belajar siswa khususnya untuk menerima informasi berbeda-beda. Bobbi dePorter membagi gaya belajar tersebut dalam tiga kelompok yaitu kelompok pembelajar visual yang mengakses pembelajaran melalui citra visual, kelompok pembelajar Auditorial yang mengakses pembelajaran melalui citra pendengar dan kelompok pembelajar kinestetik yang mengakses pembelajaran melalui gerak, emosi dan fisik.
Seorang pendidik harus mengetahui bagaimana gaya belajar anak didiknya, bagaimana kecenderungan mereka untuk menerima informasi,  sehingga dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan efektif bagi setiap siswa. Sehingga hasil  belajar siswa dapat lebih maksimal.
Orang tidak hanya cenderung pada satu modalitas, mereka juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat dan kekurangan alami tertentu. Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ketiga modalitas tersebut (Visual, Auditorial dan Kinestetik) hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi.[2]
Sebagaimana telah disebutkan, setiap individu memiliki kecendurungan pada salah satu gaya belajar baik gaya belajar visual, auditorial maupun kinestetik. Hal ini menyebabkan kemungkinan perkembangan hasil belajar siswa akan berbeda-beda pada setiap mata pelajaran dan motode-metode yang digunakan dalam pembelajaran. Karena sebagian pembelajaran konvensioanal yang dilakukan di sekolah-sekolah belum memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan belajarnya yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari penerimaan informasi otak mereka.
Dari penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti gaya belajar siswa, dari ketiga gaya tersebut yang manakah yang lebih dominan dalam pembelajaran matematika. Penelitian yang penulis lakukan ini berjudul : Studi Optimalisasi  Hasil Belajar Matematika Siswa Berdasarkan Gaya Belajar yang Dimiliki Siswa Di Madrasah Tsanawiyah BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2.      Sebagian besar siswa merasa dan mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran matematika yang diajarkan oleh guru sehingga minat belajar matematika siswa semakin rendah.
3.      Proses pembelajaran masih sangat terpusat pada guru dan guru masih belum memperhatikan gaya belajar masing-masing siswa sehingga seluruh siswa diperlakukan dengan cara yang sama padahal cara menerima informasi mereka berbeda-beda.
C.     Batasan Masalah
Agar penelitian ini bisa dilaksanakan dengan terarah dan mendapatkan hasil yang diharapkan, juga karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang penulis miliki. Penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti yaitu:
1.      Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar yang diambil dari ranah kognitif siswa melalui nilai ujian Mid Semester Ganjil tahun 2012/2013.
2.      Gaya belajar yang ditinjau penulis adalah gaya belajar siswa berdasarkan cara mereka menyerap informasi, yang terdiri dari tiga aspek yaitu auditori, visual dan kinestetik.
3.      Penelitian ini dilaksanakan pada siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro di kelas VIII semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. 
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan berbagai persoalan yang telah diungkapkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana gaya belajar yang dimilki siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro?
2.      Manakah gaya belajar siswa yang lebih optimal atau dominan dalam pembelajaran matematika bagi siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro?
E.     Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui gaya belajar yang dimilki siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro.
2.      Untuk mengetahui gaya belajar siswa yang lebih optimal atau dominan dalam pembelajaran matematika bagi siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro.
F.      Kegunaan Penelitian
Penulisan dan penelitian yang dilakukan oleh penulis ini, diharapkan dapat berguna untuk:
1.      Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca dalam memperkaya cara pengelolaan kelas sehingga mendukung kesuksesan dalam kegiatan pembelajaran matematika.
2.      Sebagai masukan pemikiran penulis dalam upaya meningkatkan minat belajar matematika siswa dan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan mengetahui gaya belajar siswa sehingga diharapkan hasil belajar matematika siswa dapat meningkat, terutama Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro.
3.      Sebagai bahan pembanding bagi peneliti untuk penelitian yang sama pada penelitian berikutnya.

G.    Hipotetis
Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan oleh peneliti adalah terdapat salah satu atau lebih gaya belajar siswa yang lebih optimal atau dominan dalam pencapaian hasil pembelajaran matematika siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu aro.
















[1] Departemen Agama RI Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Toha Putra, 1989), h. 305
[2] Bobbi DePorter, Dkk, Quantum Teaching :Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas,  (Bandung : Kaifa, 2007), h. 85  



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Hakekat Pembelajaran Matematika
1.      Pengertian Matematika
Pengertian matemtika secara etimologis istilah Matematika berasal dari kata yang artinya bertalian dengan ilmu pengetahuan. Berbagai pendapat muncul tentang pengertian Matematika, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Ada yang mengatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbol, bahasa numerik serta bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional, Matematika adalah metode berfikir logis, Matematika adalah sarana berfikir logika pada masa dewasa. Matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya.Pengertian matematika juga terdapat berbagai bentuk, bergantung pada sudut pandang yang digunakan dalam memandang bidang matematika itu sendiri.
Johnson dan rising dalam bukunya menyatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Reys, dan kawan-kawan dalam bukunya menyatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.  Kline dalam bukunya menyatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.[1]

Dengan demikian dikatakan Matematika adalah suatu medan eksplorasi dalam pola pikir yang digunakan untuk memecahkan jenis persoalan dalam ilmu pengetahuan dan menentukan kebenaran dalam ide- ide yang mungkin bersifat kabur.  
2.      Tinjauan Pembelajaran Matematika
Belajar menurut bahasa adalah “usaha (berlatih) dan sebagai upaya mendapatkan kepandaian”. Menurut pengertian secara psikologis, “belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perubahan tersebut akan terlihat nyata dalam seluruh aspek tingkah laku”.[2]
Robet M. Gagne berpendapat bahwa  belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia mengubah tingkah laku secara permanent, sedemikian sehingga perubahan yang sama tidak akan terjadi pada keadaan yang baru. Ngalim Purwanto berpendapat bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Pendapat Gagne yang dikutip Dimyati, Mudjiono menyatakan Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Pendapat Skinner yang dikutip Dimyati, Mudjiono menyatakan Belajar adalah suatu prilaku dimana orang merespon menjadi lebih baik dan sebaliknya pada saat orang tidak belajar maka responya turun. T. Raka Joni yang dikutip Dewa Ketut Sukardi menyatakan, “Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi matangnya seseorang atau perubahan yang instinktif atau yang bersifat temporer…….”.[3]

Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa belajar merupakan suatu perubahan dari tingkah laku pada diri seseorang yang berasal dari pengetahuannya untuk mampu menerima stimulus dari lingkungannya yang dilatih dari pengalaman secara menerus sepanjang hidupnya.
Belajar matematika sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari, karena dapat membantu ketajaman berfikir secara logis (masuk akal) serta membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah. 
B.     Tinjauan tentang Gaya Belajar
1.      Pengertian Gaya Belajar
Gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam bekerja, di sekolah dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Kemampuan setiap orang dalam memahami dan menyerap informasi atau pelajaran sudah pasti berbeda tingkatannya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang lambat. Oleh karena itu, mereka seringkali harus menempuh jalan  yang berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Rita dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi gaya belajar orang. Ini mencakup faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sebagian orang misalnya dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang yang belajar paling baik secara kelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan sepi. Ada orang-orang yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar sesuatunya supaya semua dapat terlihat.[4]

Secara singkat, gaya belajar seseorang dapat diartikan sebagai kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, lalu mengatur dan mengola informasi atau pelajaran yang dipelajarinya. Apapun cara yang dipilih, perbedaan gaya belajar itu menunjukan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi atau pelajaran dari luar dirinya. 
2.      Tipe Gaya Belajar
Sesuai pembahasan terdahulu, bahwa setiap individu memiliki gaya belajar masing-masing mereka tidak dapat disamakan dan dipaksakan sama seperti  orang lain. Secara umum tipe gaya belajar seseorang dapat dikelompokan menjadi 3 tipe, yaitu:
a.       Gaya Belajar Visual
Gaya belajar visual merupakan cara belajar seseorang dengan cara melihat. Orang-orang visual lebih suka membaca materi dan memperhatikan ilustrasi yang disampaikan oleh penyampai informasi atau pelajaran di papan tulis misalnya.
Ciri-ciri prilaku yang dimilki oleh orang yang memiliki gaya belajar visual sebagai berikut:
1)      Rapi dan teratur
2)      Berbicara dengan cepat
3)      Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
4)      Teliti terhadap detail
5)      Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentase
6)      Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
7)      Mengingat apa yang dilihat, dari pada apa yang didengar
8)      Mengingat dengan asosiasi visual
9)      Biasanya tidak terganggu oleh keributan.
10)  Mempunyai masalah untuk mengingat intruksi  verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali meminta bantuan orang untuk mengulanginya.
11)  Pembaca cepat dan tekun
12)  Lebih suka membaca daripada dibacakan
13)  Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan sikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek
14)  Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelpon dan dalam rapat
15)  Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
16)  Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak
17)  Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato
18)  Lebih suka seni daripada musik
19)  Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memiliih kata-kata
20)  Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan[5] 

b.      Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar auditorial merupakan gaya belajar sesorang yang mengandalkan cara mendengar untuk bisa memahami dan mengingat pelajaran atau informasi yang disampaikan. Orang yang memiliki gaya belajar ini harus mendengarkan informasi dengan seksama, kemudian baru bisa mengingat dan memahami informasi tersebut, memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk lisan secara langsung, dan kesulitan dalam menulis maupun membaca.
Beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki gaya belajar auditorial sebagai berikut:
1)      Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
2)      Mudah terganggu oleh keributan
3)      Menggerakan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
4)      Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
5)      Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, irama, dan warna suara
6)      Mereka memiliki kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam bercerita
7)      Berbicara dalam irama yang berpola
8)      Biasanya pembicara yang fasih
9)      Lebih suka musik dari pada seni
10)  Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat
11)  Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar
12)  Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain
13)  Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menulisnya
14)  Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik[6] 



c.       Gaya Beajar Kinestetik
Gaya belajar kinestetik merupakan gaya belajar seseorang yang belajarnya dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Orang yang memiliki gaya belajar ini menempatkan tangannya sebagai alat penerima informasi utama, dengan memegang dapat mengetahui informasi tanpa membaca penjelasan, tidak bisa diam dan duduk lama mendengarkan pelajaran, dan mampu mengkoordinasikan sebuah tim dan mampu mengendalikan gerak tubuh.
Ciri-ciri lain yang dilakukan oleh orang yang memiliki gaya belajar kinestetik antara lain:
1)      Berbicara dengan perlahan
2)      Menaggapi perhatian fisik
3)      Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4)      Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
5)      Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
6)      Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
7)      Belajar melalui manipulasi dan praktik
8)      Menghapal dengan cara berjalan dan melihat
9)      Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
10)  Banyak menggunakan isyarat tubuh
11)  Tidak dapat diam untuk waktu yang lama
12)  Tidak dapat mengingat geografi, kecuali juka mereka memang telah pernah berada di tempat itu
13)  Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
14)  Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
15)  Kemungkinan tulisannya jelek
16)  Ingin melakukan segala sesuatu
17)  Menyukai permainan yang menyibukan[7]
   
Ketiga gaya belajar tersebut di atas, dikenal dengan modalitas belajar yang ketiganya merupakan gaya belajar sesorang untuk menyerap informasi atau pelajaran. Dengan mengetahui modalitas belajar tersebut, merupakan kunci penting untuk menghasilkan prestasi yang efektif dan meningkatkan hasil belajar anak didik dan diri sendiri. Sedangakan gaya belajar dalam memproses informasi bergantung pada dominasi otak kita.
Anthony gregorc, profesor dibidang kurikulum dan pengajaran di Universitas Conecticut. Kajian investigasinya menyimpulkan adanya dua kemungkinan dominasi otak:
a.       Persepsi konkret dan abstrak, dan
b.      Pengaturan secara konsekuensial (linear) dan acak (non linear)
Yang dapat dipadukan menjadi 4 kombinasi kelompok prilaku yang kita sebut gaya berfikir. Ia menyebutkan gaya-gaya ini, sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Orang yang termasuk dalam dua kategori “sekuensial” cenderung memiliki dominasi otak kiri, sedang orang-orang yang berpikir secara “acak” biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan.[8]   
C.     Tinjauan Hasil Belajar
Pencapaian tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa, dengan kata lain hasil belajar ini lah yang menjadi tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi pelajaran.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar, belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap, masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil.
Suatu dikatakan sebagai hasil belajar apabila memenuhi tiga persyaratan pokok, yakni:
a.       Bersifat intensional, artinya pengalaman, praktek, dan latihan dilakukan dengan sengaja dan disadari bukan secara kebetulan.
b.      Bersifat positif, artinya bahwa perubahan dari hasil belajar itu sendiri sesuai dengan apa yang diharapkan.
c.       Bersifat efektif dan fungsional, artinya memiliki makna atau pengaruh tertentu bagi yang bersangkutan, dalam arti perubahan hasil belajar itu relative tetap.[9]

Keberhasilan belajar yang dicapai juga sangat terpengaruh dengan proses kegiatan pembelajaran itu sendiri dan bagaimana pendidik atau guru mengelola proses pendidikannya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksud sesuai dengan batasan masalah yakni kemampuan siswa dalam menjawab tes hasil belajar matematika setelah kegiatan belajar dilakukan, hasil belajar yang diambil mencakup ranah kognitif.


[1]Erman Suherman, Dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), h. 17  
[2]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV. Rajawali, 1989), h. 57
[3] Http ://syarifartikel.blogspot.com/2009/pengertian-belajar.html
[4] Bobbi DePorter dan Mike hernacki,Quantum Learning: Biasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (terjamahan), (Bandung: Kaifa, 2003), cet. 17, h. 110
[5] Ibid. h. 116-118
[6] Ibid. h. 118
[7] Ibid. h. 118-120
[8] Ibid. h. 124
[9] Sukadi, Progressive Learning, (Bandung: Kaifa, 2008) h. 29


BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti untuk melakuakan studi optimalisasi  hasil belajar matematika siswa berdasarkan gaya belajar yang dimiliki siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi pada variabel penelitian.
B.     Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah “keseluruhan dari objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa sebagai sumber data yang mewakili karakteristik tertentu dalam suatu penelitian”.[1] Jadi, dapat dikatakan bahwa populasi merupakan keseluruhan subjek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu yang hendak diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro tahun 2012/2013 yang terdiri dari 2 lokal dengan jumlah siswa sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jumlah Siswa Kelas VIII MTs BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro
Kelas
Jumlah Siswa
VIII A
VIII B
30
29
Jumlah
59
(Sumber Data : Tata Usaha MTs BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro)
2.      Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti.[2] Sampel dapat diharapkan bahwa hasil yang diperoleh akan memberikan gambaran yang sesuai dengan sifat populasi yang bersangkutan. Jadi, penelitian hanya dilakukan terhadap sampel, tetapi kesimpulan yang diperoleh akan digeneralisasikan terhadap populasi.
Dari populasi seluruh siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro tahun 2012/2013 yang terdiri dari 2 lokal di atas, maka peneliti nantinya akan mengambil satu kelas sebagai sampel penelitian yang mewakili dari populasi.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling atau teknik acak sederhana. Teknik acak sederhana merupkanan teknik penarikan sampel yang paling mudah.
Tahapan yang dilakukan dalam penarikan sampel ini adalah :
1.      Membentuk kerangka sampel dan kemudian memberi nomor urut yang ada dalam kerangka sampel.
2.      Memilih unsur yang akan dijadikan sampel dengan cara undian atau menggunakan tabel angka acak.[3]    
Langkah-langkah yang digunakan oleh peneliti dalam mengambil sampel dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
a.       Mengumpulkan data nilai ujian semester genap seluruh siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro tahun 2011/2012.
b.      Melakukan uji normalitas populasi yang bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau tidak, dengan uji liliefors. Dengan menggunakan hipotesis:
H0  : Populasi berdistribusi Normal
H1  : Populasi tidak berdistribusi Normal
Dengan kriteria H0 ditolak jika L0 > Ltabel berarti data tidak berdistribusi normal. Hditerima jika L0 < Ltabel berarti data berdistribusi normal.
Pengujian normalitas data populasi dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil perhitungan uji normalitasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Populasi Menggunakan Uji Liliefors
Nilai L
Kelas
VIII A
VIII B
Lhitung (L0)
0,1406
0,1827
Ltabel
0,187
0,1894
Berdasarkan pada tebel tersebut pada taraf nyata α = 0,01 didapatkan L0 < Ltabel maka H0 diterima berarti data populasi berdistribusi normal.
c.       Melakukan uji homogenitas variansi untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Uji yang dilakukan adalah uji barlett dengan hipotesis statistik :
H0  : Kedua Populasi bervariansi homogen, σ12 = σ22
H1  : Kedua Populasi tidak bervariansi homogen, σ12 ≠ σ22
Dengan kriteria pengujian H0 ditolak  jika X2hitung > X2tabel berarti data populasi tidak memiliki variansi yang homogen. H0 diterima jika X2hitung < X2tabel berati data populasi berdistribusi bervariansi homogen.
Harga-harga yang diperlukan untuk uji Bartlett dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.3 Harga –Harga yang Dibutuhkan untuk Uji Barlett
Sampel Ke
Dk
1/dk
Si2
LogSi2
(dk)Log Si2
1
2
K
(n1-1)
(n­­­­­2-1)
(nk-1)
1/(n1-1)
1/(n2-1)
1/(nk-1)
S12
S22
Sk2
Log S12
Log S22
LogSk2
(n1-1)Log S12
(n2-1)Log S22
(nk-1)Log Sk2
Jumlah
1/
-
-

Dari data  dapat dihitung harga-harga yang diperlukan , yaitu:
1).    Menghitung Variasi masing – masing kelompok yaitu
S12, S22, …,Sk2
2).    Menghitung variansi gabungan dari semua sempel dengan rumus:
3).    Menghitung harga satuan Bartlet dengan rumus :
B=
4).    Menghitung chi-kuadrat engan rumus :
Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 3. Dari perhitungan yang dilakukan maka diperoleh X2hitung = 1,49 sedangkan  X2tabel = 3,84. Ini berarti X2hitung < X2tabel pada taraf nyata α = 0,05 sehingga H0 diterima berarti Populasi memiliki variansi yang sama.

d.      Melakukan Uji Kesamaan Rata – rata
Uji kesamaan rata – rata bertujuan untuk menguji apakah sampel mempunyai rata – rata yang sama. Uji yang dilakukan dengan menggunakan anava satu arah, dengan hipotesis berikut :
H0 : Populasi memiliki rata-rata yang sama, μ1 = μ2
H1 : Populasi memiliki rata-rata tidak yang sama, μ1 ≠ μ2
Dengan kriteria pengujian H0 ditolak jika Fhitung < Ftabel berarti populasi tidak memiliki rata-rata yang sama. H0 diterima jika Fhitung > Ftabel berati populasi memiliki rata-rata yang sama.
Langkah-langkah anava satu arah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1).    Data disusun seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.4 Format Tabulasi Nilai untuk Uji Anava Satu Arah

Dari Populasi

1
2
3
….
k
Dari hasil pengamatan
Y11
Y12
Y13
Y1n 1
Y21
Y22
Y23
2n2
Y31
Y32
Y33
Y3n3
...
Yk1
Yk2
Yk3
Yknk
Jumlah
j1
j2
j3
...
jk
Rata-rata
1
2
3
k

2).    Menghitung nilai rata-rata berikut:
a).      Jumlah kuadrat rata-rata dengan rumus :
                   , dengan  j = j1+j2+j3+...+jk


b).    Jumlah kuadrat antar kelompok dengan rumus :
c).    Jumlah kuadrat dalam kelompok dengan rumus :
d).   Membuat tabel analisis variansi seperti berikut :
Tabel 3.5 Daftar Analisis Variansi untuk Menguji Hipotesis Kesamaan Rata-rata
Sumber Variansi
dk
JK
KT
Fhitung 
Rata-Rata
Antar Kelompok
Dalam Kelompok
1
k – 1
 ∑(ni-1)
Ry
Ay
Dy
R=Ry/1
A=Ay/(k-1)
D=Dy/∑(ni-1)

A/D






Untuk perhitungan uji kesamaan rata-rata variansi populasi dapat dilihat pada lampiran 4. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 0,0558 sedangkan Ftabel = 4,12 pada taraf nyata α = 0,05 sehingga H0 diterima, berarti populasi memiliki rata-rata variansi yang sama.
e.       Setelah dilakukan pengujian didapatkan bahwa populasi berdistribusi normal, homogen dan  rata-rata populasinya bersifat sama maka pengambilan sampel selanjutnya dapat dilakukan secara acak sederhana atau simple random sampling. Dengan menggunakan cara random ini, memungkinkan peneliti dapat mengambil sampel dari populasi secara objektif karena setiap unit yang menjadi anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Langkah-langkah pengambilan sampel yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
1)      Peneliti membuat nama-nama kelas yang menjadi populasi masing-masing pada sebuah kertas kecil.
2)      Kertas digulung agar nama-nama yang dituliskan tidak nampak.
3)      Kertas tersebut dimasukan ke dalam botol.
4)      Setelah itu, diambil salah satu dari kertas-kertas tersebut.
5)      Kemudian kertas yang telah diambil tersebut dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini.
Setelah dilakukan langkah-langkah tersebut, maka penulis mendapatkan kelas VIII A sebagai sampel dari penelitian yang akan peneliti laksanakan.
C.     Variabel Penelitian dan Jenis Data
1.      Variabel
Variabel adalah karateristik yang akan diobservasi dari satuan pengamatan. Karakteristik adalah ciri tertentu pada objek yang kita teliti (kita periksa, kita amati, kita ukur atau kita hitung), yang dapat membedakan objek tersebut dari objek yang lainnya.[4] Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
a.       Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen yaitu variabel yang menjadi sebab terjadinya (terpengaruhnya) variabel dependen (terikat).[5] Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah gaya belajar yang dimiliki siswa.
a)      Definisi operasional: Gaya belajar matematika adalah cara khas yang bersifat konsisten yang dimiliki oleh setiap siswa dalam menerima atau menangkap informasi maupun pelajaran matematika.
b)      Indikator: skor angket gaya belajar matematika siswa, yang digunakan untuk mengetahui kelompok gaya belajar siswa yang terdiri dari kelompok Visual, Auditori dan Kinestetik.
c)      Skala Pengukuran: Skala pengukuran yang ditransformasikan ke skala ordinal dengan kategori yang telah disebutkan, yaitu kelompok Visual, Auditori, dan kinestetik. Penggolongan gaya belajar matematika siswa didasarkan pada kecenderungan skor angket gaya belajar siswa pada tipe yang sesuai. Siswa yang mempunyai skor tertinggi pada salah satu tipe, menunjukan bahwa siswa tergolong tipe tersebut.
d)     Simbol: B, dengan kategori, bv, ba, dan bk.
b.      Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah hasil belajar matematika siswa.
a)      Definisi operasional : Hasil belajar matematika siswa adalah prestasi ranah kognitif  matematika siswa pada proses pembelajaran.
b)      Indikator: Nilai tes hasil belajar matematika siswa. Dalam hal ini digunakan nilai hasil ujian siswa pada mid semester ganjil MTs BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro tahun ajaran 2012/2013.
c)      Skala pengukuran: skala interval
d)     Simbol: A, dengan kategori abi, i = v, a dan k

2.      Rancangan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan atau pengaruh dua variabel tersebut, yaitu varibel bebas terhadap variabel terikat maka penelitian ini menggunakan rancangan berikut :
Tabel 2.6 Rancangan Penelitian
                     B
   A 
Kelompok Gaya Belajar
Visual
(bv)
Auditori
(ba)
Kinestetik
(bk)
Hasil Belajar/
NilaiMid Semester Siswa (a)
         abv
aba
abk

3.      Data
a.       Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif yaitu data yang berbentuk nilai dan bilangan. Ditinjau dari aspek cara memperolehnya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1)      Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian yaitu nilai angket dan nilai hasil ujian mid semester matematika siswa kelas VIII A MTs BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro. Data ini digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian.
2)      Data Skunder
Data skunder merupakan data yang diperoleh dari pihak sekolah. Data ini meliputi informasi data jumlah siswa dan hasil belajar siswa matematika kelas VIII secara keseluruhan yang diambil dari nilai rapor matematika siswa kelas VII  pada semester genap tahun 2011/2012 sebelumnya, serta data-data madrasah yang dibutuhkan untuk kelengkapan penelitian yang dilaksanakan
b.      Sumber Data
Data-data yang peneiliti peroleh dan digunakan dalam penelitian ini baik data primer maupun data skunder, antara lain berasal dari :
1)      Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro.
2)      Tata Usaha Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro.
3)      Guru Bidang Sudi Matematika Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro.
4)      Wali Kelas kelas baik kelas VIII maupun wali kelas VII saat tahun 2011/2012.
5)      Siswa-siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro.
D.    Prosedur Penelitian
Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1.      Tahap Persiapan
a.       Menetapkan jadwal penelitian, penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil di kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro tahun ajaran 2012/2013.
b.      Mempersiapkan surat izin penelitian, yang dikeluarkan oleh STAIN Kerinci pada tanggal 18 September s/d 18 November 2012. Kemudian disampaikan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI Nusantara VI Kayu Aro pada tanggal 20 September 2012 dan mendapat izin dari madrasah pada tanggal 24 September 2012.
c.       Menentukan sampel untuk penelitian di kelas VIII yang terdiri dari 2 lokal.
d.      Membuat kisi-kisi dan membuat angket gaya belajar. (Lampiran 5 dan Lampiran 6)
e.       Melakukan validasi angket dengan validator yang terdiri dari 1 orang guru bahasa Indonesia dan 1 orang guru Bimbingan Konsling (Untuk lampiran lembar validasi angket gaya belajar dapat dilihat pada lampiran 7). Kemudian dilakukan uji coba angket yang telah divalidasi oleh validator tersebut terhadap kelas lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelas sampel (Hasil uji coba angket dapat dilihat pada lampiran 8).
f.       Melakukan uji validas dan releabilitas terhadap hasil uji coba angket yang telah dilakukan.
2.      Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan penelitian ini peneliti memberikan angket kepada kelas sampel. Kemudian penulis mengumpulkan data nilai ujian mid semester kelas sampel.
3.      Tahap Penyelesaian
Pada tahap penyelesaian ini, penulis melakukan pengolahan data yang telah terkumpul dan membuat laporan hasil penelitian.
E.     Instrument Penelitian
Instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data berupa lembaran pertanyaan dan tes. Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner atau yang juga dikeanl sebagai angket merupakan “salah satu teknik pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi oleh responden”.[6]
Angket atau quosioner ini dibuat dengan beberapa pertanyaan yang akan diisi oleh reponden yaitu siswa-siswa untuk mendapatkan informasi dari mereka. Angket ini peneliti gunakan untuk memperoleh data dan gambaran yang jelas tentang gaya belajar dari siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Bentuk kuesioner secara garis besar terdiri dari dua macam, yaitu kuesioner berstruktur dan kuesioner tidak berstruktur. Kuesioner berstruktur adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihaan jawaban, sehingga responden hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih. Bentuk jawaban kuesioner berstruktur adalah tertutup, artinya pada setiap item sudah tersedia alternatif jawaban. Kuesioner tidak berstruktur adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga responden bebas mengemukakan pendapatnya. Bentuk jawaban kuesioner tak berstruktur adalah terbuka, artinya setiap item belum terperinci dengan jelas jawabannya. Kondisi ini akan memungkinkan jawaban reponden yang sangat beraneka ragam.[7]  

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis kuesioner atau angket yang terstruktur, karena pada angket yang digunakan telah penulis muatkan alternatif jawaban pada setiap itemnya. Alternatif jawaban angket yang peneliti sediakan terdiri dari 2 kategori, yakni “Ya” dan “Tidak” untuk 3 aspek gaya belajar. Pemberian skor pada jawaban sampel penelitian diberikan bobot nilai 0 hingga 1 yang disesuaikan dengan kriteria penskoran yang ditujukan pada tabel berikut :
Tabel 2.7 Kriteria Skor Instrumen Gaya Belajar
Pilihan Jawaban
Pernyataan Positif
Pernyataan Negatif
Ya
1
0
Tidak
0
1
Jumlah jawaban yang terbesar dari ketiga kategori gaya belajar tersebut menunjukkan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa.
Untuk dapat mengetahui apakah angket yang akan digunakan maka terlebih dahulu harus dilakukan uji keterandalan instrumen. Uji keterandalan instrumen  dilakukan untuk mengukur sejauh mana instrument penelitian dapat mengungkap dengan tepat gejala-gejala yang akan diukur serta untuk memperoleh validitas dan realiabilitas  dari instrument yang telah disusun sebagai berikut :
1.      Uji Validitas Angket
Angket atau kuesioner yang digunakan dapat dikatakan valid apabila angket tersebut dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur. Dalam instrumen ini peneliti menggunakan uji validitas faktor dan uji validitas butir angket. Untuk pengujian validitas faktor  angket peneliti menggunakan rumus :

Keterangan:
rxy                         : koefisien antara variabel x dan variabel y
∑xy          : jumlah hasil perkalian antara x dan y
x               : skor perolehan butir angket tertentu
y               : skor total
N              : jumlah soal
Berdasarkan tabel korelasi produk momen jika rhitung > rtabel berarti faktor angket valid, dan jika rhitung  < rtabel berati faktor angket tidak valid. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran . Dari hasil perhitungan diperoleh untuk kategori visual rhitung = 0,768 dan kategori audotorial rhitung = 1,032 serta kategori kinestetik rhitung = 0,691. Sedangkan rtabel = 0,470 pada derajat kebebasan (db) = n – 2 = 27 dan taraf kepercayaan 99%. Karena dari ketiga faktor tersebut rhitung > rtabel maka dapat disimpulkan bahwa ketiga kategori faktor gaya belajar tersebut valid.  
Kemudian setelah didapatkan faktor angket tersebut valid maka dilakukan uji validitas butir terhadap angket yang telah dibuat, untuk menguji validitas butir ketiga faktor angket tersebut peneliti menggunakan rumus :
Setelah didapatkan nilai rhitung kemudian dilakukan uji t satu ujung dengan rumus :
Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran . Dari hasil perhitungan uji validitas butir angket diperoleh untuk butir 2, 6, 8, 16, , 32, dan 34 tidak valid dan selebihnya valid pada taraf kepercayaan (df) = 0,10. Untuk keseimbangan angket karena untuk kategori visual 10 butir yang valid maka untuk kategori auditorial dan kinestetik juga dibutuhkan 10 butir angket. Sehingga penulis memperbaiki masing-masing 1 butir angket pada kategori visual yang memiliki thitung  lebih tinggi yaitu butir angket nomor 32 dan mengeliminasi 1 butir angket pada kategori kinestetik yang memiliki nilai thitung lebih terendah yaitu butir angket nomor 5.   
2.      Uji Reabilitas Angket
Untuk menentukan reabilitas angket yang akan digunakan peneliti menggunakan koefisien alfa dari Cronbach dengan rumus :


Keterangan:
     r11           : reabilitas angket
     n          : jumlah butir angket
     σi         : proporsi butir angket dijawab “Ya”
σ         : proporsi total butir angket
Soal tes dikatakan reabilitas apabila koefisiennya lebih dari rtabel, harga ktitis product momen criteria adalah:
r11 ≤ 0,20                     = reabilitas sangat rendah
0,20 ≤ r11 ≤ 0,40          = reabilitas rendah
 0,40 ≤ r11 ≤ 0,60         = reabilitas sedang
0,60 ≤ r11 ≤ 1,00          = reabilitas tinggi
Untuk hasil pengujian reabilitas angket dapat dilihat pada lampiran . Dari hasil pengujian tersebut diperoleh rhitung = 0,4658 sedangkan rtabel = 0,381. Berdasarkan hasil tersebut rhitung > rtabel sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen angket angket gaya belajar realiabel.
F.      Teknik Analisis Data
1.      Uji Normalitas
Untuk menguji kenormalan data digunakan uji Liliefors yang langkah- langkah sebagai berikut :
a.     Mengurutkan data terkecil sampai data terbesar (x1, x2, x3,…, xn)
b.    Data (x1, x2, x3,…, xn) dijadikan bilangan baku dengan menggunakan rumus :
     
Dimana :
x1         =          Skor dari tiap siswa.
2          =          Rata- rata.
S          =          Simpangan baku.
c.     Untuk tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dihitung peluang F (Zi ) = P ( Z ≤Zi ).
d.    Selanjutnya dihitung proposisi Z1, Z2, Z3,…, Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi, jika proposisi ini dinyatakan oleh S ( Zi ), maka
        
e.     Hitung selisih F ( Zi ) – S ( Zi ) kemudian tentukan harga mutlaknya.
f.     Ambil harga yang paling besar diantara harga–harga mutlak selilsih F(Zi) – S( Zi ). Sebutlah harga terbesar ini Lo.
g.    Pada taraf signifikan 0,05 dan berdistribusi normal, jika Lo<Ltabel, begitu pula sebaliknya Lo>Ltabel maka data berdistribusi normal.
2.         Uji Homogenitas
Untuk menentukan apakah kelompok data mempunyai varians yang homogen, maka dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan rumus:
a.    Mencari varians masing–masing kelompok data kemudian dihitung harga F dengan rumus :
  F =
     
b.    Jika harga F telah ditemukan, maka harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga Ftabel
Kriteria pengujian adalah terima hipotesis Hjika :
Fhitung<Ftabel  : Variansi nilai yang dibandingkan homogen
Fhitung <Ftabel  : Variansi nilai yang dibandingkan tidak homogen
3.         Uji Hipotesa
Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi satu arah (One way ANAVA)Karena pada penelitian ini analisis perbedaannya dilakukan terhadap tiga pihak. Dalam hal ini yang akan di uji adalah :
H0 : μV = μA = μK
H1 : Paling sedikit salah satu tanda berbeda.
Dengan prosedur sebagai berikut:
1)      Table persiapan
Statistik
Visual
Auditori
Kinestetik
Total (T)
N
Nv
Na
Nk
ΣNT
ΣX
ΣXv
ΣXa
ΣXk
ΣXT
ΣX2
ΣXv2
ΣXa2
ΣXk2
ΣXT2

2)      Table ringkasan ANAVA satu arah
Sumber Varians (SV)
Jumlah Kuadrat (JK)
Derajat Kuadrat (DK)
Rentang Kuadrat (RK)

F
Antar kolom (a)
JKa
dba
RKa

Residu (d)
JKd
dbd
RKd
Total (T)
JKT
-


3)      Menentukan Ftabel
Ftabel = F(α) (dba/dbd)
4)      Menguji Hipotesis
Krikteria pengujian, jika Fhitung > Ftabel, H0 ditolak dan jika Fhitung < Ftabel, Hditerima.
2.      Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) BPHBPI PTP Nusantara VI Kayu Aro di Semester I (ganjil)  tahun ajaran 2012/2013.


8 Subana, dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), cet. 2, h. 24 
[2] Bambang Prasettyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), cet. Ke-5, h.119
[3] Ibid.,h.123-124
[4] Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), cet. ke-1, h.13
[5] Ibid., h. 14
[6] Ibid., h.25
[7] Ibid., h.26 – 27




Tidak ada komentar:

Posting Komentar