Senin, 08 Juli 2013

Ilmu Fiqih

WARISAN (HARTA PUSAKA)
A.    Pengertian dan Hukumnya
1.      Pengertian Warisan
Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia. Sedang ahli waris ialah orang yang berhak menerima harta pusaka yang ditinggalkan. Ilmu yang membahas tentang pembagian harta warisan disebut Ilmu Mawaris atau Ilmu Faraidh.
2.      Dasar Hukum Warisan
Dalam Hadist dari Ibnu Abas r.a, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak, sesudah itu sisanya untuk laki-laki yang lebih utama atau lebih dekat”.
B.     Hal-Hal yang Harus Dilakukan dalam Warisan
Sebelum warisan itu dibagikan kepada yang berhak, maka terlebih dahulu harus diselesaikan beberapa hal yang berkaitan pula dengan orang yang meninggal, yaitu :
1)      Biaya pengurusan jenazah
2)      Utang
3)      Wasiat
4)      Zakat
C.    Sebab-Sebab Pemberian Warisan
1.      Sebab-sebab seseorang mendapatkan warisan adalah :
a)      Karena hubungan darah, seperti bapak, kakek, dan seterusnya.
b)      Karena perkawianan seperti suami dan istri.
c)      Karena memerdekakan budak. Orang yang memerdekakan budak berhak mendapat warisan dari budak yang ia merdekakan.
d)     Hubungan agama. Jika tidak ada ahli waris, maka harta tersebut diserahkan ke Baitulmal untuk kepentingan umat Islam.
2.      Sebab-sebab yang menghalangi pembagian warisan :
a)      Pembunuh
b)      Murtad
c)      Orang kafir
d)     Hamba sahaya
e)      Sama-sama mati dalam satu waktu
D.    Ahli Waris
Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan. Pengelompokan ahli waris diatur sebagai berikut :
a)      Dari golongan laki-laki ada lima belas, yaitu :
1.      Anak laki-laki
2.      Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.      Bapak
4.      Kakak dari ayah
5.      Saudara laki-laki kandung
6.      Saudara laki-laki seBapak
7.      Saudara laki-laki seIbu
8.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
9.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki seBapak
10.  Paman yang sekandung dengan Bapak
11.  Paman yang sebapak dengan bapak
12.  Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
13.  Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
14.  Suami
15.  Laki-laki yang telah memerdekakan hamba sahaya
Jika ahli waris di atas semua ada, maka yang berhak menerima harta warisan ada tiga yaitu :
1)      Anak laki-laki
2)      Suami
3)      Bapak
b)      Dari Golongan Perempuan ada sepuluh, yaitu :
1.      Anak perempuan
2.      Cucu perempuan dari anak laki-laki
3.      Ibu
4.      Nenek (Ibu dari Ibu)
5.      Nenek (Ibu dari Bapak)
6.      Saudara perempuan kandung
7.      Saudara perempuan sebapak
8.      Saudara perempuan seibu
9.      Istri
10.  Perempuan yang memerdekakan hamba sahaya
Jika seluruh ahli waris perempuan itu ada, maka yang berhak menerima hanya ada empat yaitu :
1)      Istri
2)      Anak perempuan
3)      Cucu perempuan dari anak laki-laki
4)      Saudara perempuan sekandung
Dari semua golongan laki-laki dan perempuan itu jika ada maka yang berhak menerima hanya ada lima yaitu :
1)      Suami atau istri
2)      Ibu
3)      Bapak
4)      Anak laki-laki
5)      Anak perempuan
E.     Golongan Ahli Waris dan Pembagiannya
1)      Dzawil Furudh
Dzawil furudh ialah ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu dalam pembagian warisan. Golongan ini harus didahuluan dari pada ashabah dan dzawil arham. Golongan dzawil furudh ada 12 yang terbagi menjadi laki-laki dan perempuan.
-          Dari golongan laki-laki ialah : Suami, Ayah, Saudara Laki-Laki Seibu dan Sekakek ke atas.
-          Dari golongan perempuan ialah : Istri, Anak Perempuan, Anak Perempuan  Dari Anak Laki-Laki Ke Bawah, Saudara Perempuan Sekandung, Saudara Perempuan Sebapak, Saudara Perempuan Seibu, Ibu dan Nenek.
2)      Ashabah
Ashabah ialah ahli waris yang berhak menerima warisan seluruh harta warisan setelah dibagikan kepada dzawil furudh, dengan demikian ia adakalanya menerima seluruh, sebagian atau sama sekali tidak menerima pembagian. Ashabah dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a)      Ashabah bin nafsi
b)      Ashabah bil ghairi
c)      Ashabah ma’al ghairi
3)      Dzawil Arham
Dzawil arham adalah keluarga yang mendapatkan warisan karena keluarga (Rahim). Mereka itu mempunyai hubungan keluarga dari pihak perempuan. Mereka ini tidak mendapatkan warisan jika ada dzawil furudh atau ashabah, mereka adalah :
a)      Cucu (Laki-laki/Perempuan) dari anak perempuan
b)      Anak dari cucu perempuan
c)      Kakek (bapak dari ibu)
d)     Nenek dari kekek (ibu dari kakek yang tidak menjadi ahli waris, umpamanya nenek dari ibu)
e)      Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung sebapak seibu
f)       Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu
g)      Anak laki-laki/perempuan dari saudara perempuan kandung sebapak seibu
h)      Bibi (saudara perempuan Bapak) dan saudara perempuan kakek, kedudukannya sama dengan Bapak
i)        Paman yang seibu dengan bapak dan saudara laki-laki yang seibu dengan bapak dan saudara laki-laki yang seibu dengan kakek
j)        Saudara laki-laki/perempuan ibu
k)      Anak perempuan paman
l)        Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu)
m)    Turunan dari rahim-rahim yang tersebut di atas
4)      Furudhul Muqaddarah
Furudhul muqaddarah ialah ketentuan kadar bagi masing-masing ahli waris. Yang termasuk furudhul muqaddarah ialah ketentuan 1/2, 2/3, 1/6, 1/3, ¼, dan 1/8.
a.       Ahli waris yang mendapat bagian seperdua (1/2) yaitu :
1)      Anak perempuan tunggal
2)      Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki
3)      Saudara perempuan tunggal sekandung
4)      Saudara perempuan tunggal sebapak jika saudara perempuan yang sekandung tidak ada
5)      Suami, jika istri tidak mempunyai anak atau cucu (laki-laki/perempuan) dari anak laki-laki
b.      Ahli waris yang mendapat bagian dua pertiga (2/3) yaitu :
1)      Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
2)      Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada anak perempuan
3)      Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung
4)      Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak
c.       Ahli waris yang mendapat bagian seperenam (1/6) yaitu :
1)      Ibu, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu atau saudara (laki-laki/perempuan) yang sekandung, sebapak atau seibu
2)      Bapak, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
3)      Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), jika yang meninggal tidak mempunayi ibu
4)      Cucu perempuan seorang atau lebih dari anak laki-laki, jika yang meninggal mempunyai anak perempuan tunggal, jika mempunyai anak perempuan lebih dari satu maka ia tidak medapat warisan
5)      Kakek, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu tetapi tiadak ada bapak
6)      Seorang saudara (laki-laki/perempuan) yang seibu
7)      Saudara perempuan yang sebapak (seorang atau lebih), jika yang meninggal mempunyai seorang saudara perempuan sekandung. Akan tetapi jika lebih dari seorang maka saudara perempuan sebapak itu tidak mendapat warisan.
d.      Ahli waris yang mendapat bagian sepertiga (1/3) yaitu :
1)      Ibu, jika tidak mempunyai anak atau cucu dari saudara sekandung sebapak atau seibu
2)      Dua orang saudara atau lebih yang seibu (laki-laki/perempuan)
e.       Ahli waris yang mendapat bagian seperempat (1/4) yaitu :
1)      Suami, jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki
2)      Istri (seorang atau lebih), jika tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki
f.       Ahli waris yang mendapat bagian seperdelapan (1/8) yaitu :   
-          Istri seorang atau lebih, jika suami mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
Perlu diketahui bahwa jika ahli waris itu hanya anak laki-laki dan perempuan, maka bagian anak laki-lkai adalah 2 bagian dan anak perempuan 1 bagian.
F.     Hijab, ‘Aul dan Radd
1.      Hijab
Hijab menurut bahasa artinya tertutup atau penghalang. Menurut syara’ hijab ialah penghalang yang menyebabkan ahli waris tertentu tidak dapat menerima warisan atau mendapat warisan yang berkurang dari ketentuan semula, karena adanya ahli waris yang lebih dekat.
Orang yang terhalang menerima warisan disebut mahjub. Tentang ahli waris yang termasuk hajib (orang yang menghalangi) dan mahjub (yang terhalang) telah dibahas terdahulu pada ahli waris dan furudhul muqaddarah.
2.      ‘Aul
aul ialah meningkat atau bertambah, yakni memperbesar angka asal masalah, sehingga menjadi sama dengan jumlah pembilang dari bagian ahli waris yang ada karena perhitungannya lebih besar dari pada harta yang mau dibagi. ‘Aul berguna untuk mengatasi kesulitan pembagian harta warisan.


Contoh :
Seorang istri meninggalkan ahli waris; suami dan dua saudara perempuan kandung. Maka bagian suami adalah ½ dan dua saudara perempuan kandungnya 2/3. KPK (Kelipatan Persekutuan yang Terkecil) adalah 6. Maka bagian suami 3/6 dan dua saudara perempuan kandung 4/6. Jadi 3/6 + 4/6 = 7/6, dengan demikian angka pembilang lebih besar. Untuk mengatasinya, maka ditempuh cara menambahkan angka penyebut menjadi 7, maka suami mendapat 3/7 (3 bagian) dan dua saudara perempuan kandung 4/7 (4 bagian) angka 6 menjadi 7 inilah disebut ‘Aul.  
3.      Radd
Radd menurut bahasa adalah mengembalikan. Menurut syara’ artinya mengembalikan sisa harta pusaka kepada ahli waris, sebab tidak ada ahli waris ashabah yang menghabiskan.
Contoh :
Suami-Istri meninggal dalam kecelakaan meninggalkan ahli waris seorang ibu dan anak perempuan. Maka ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anak. Anak perempuan mendapatkan 1/2 , karena tunggal. Maka KPKnya adalah 6. Ibu tetap mendapat 1/6 dan anak perempuan mendapat 3/6 maka 1/6 + 3/6 = 4/6 sisanya 2/6. Sisa ini boleh dibagi dengan perbandingan 1 : 3 atau diwakafkan atau dengan persetujuan keduanya. Inilah contoh Radd.




G.    Hikmah Warisan
Sesungguhnya syari’at Islam mengatur pembagian warisan yang sedemikian teratur itu mengundang beberapa hikmah diantaranya :
a)      Memelihara hubungan persaudaraan/keluarga Muslim, artinya dengan warisan akan membentuk rasa persatuan dan kesatuan dalam keluarga (ahli waris).
b)      Menghindarkan fitnah yang dating dari pihak lain.
c)      Mengamalkan ajaran agama secara benar, artinya menjunjung tinggi perintah Allah dan Rasul-Nya.
d)     Mewujudkan ketentraman ahli waris (keluarga).
e)      Menciptakan kedamaian dalam masyarakat.
f)       Mewujudkan keadilan berdasarkan syari’at Islam.
Anak laki-laki mendapatkan hak yang lebih besar daripada perempuan karena  laki-laki mempunyai tanggung jawab lebih besar daripada perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar