Senin, 08 Juli 2013

Wawasan Islam

PENTINGNYA TEORI HUKUM ISLAM DALAM  MENGALAMI PERUBAHAN MASYARAKAT

  1. Mitologi Hukum dan Perubahan Sosial
Pandangan tentang perubahan sosial harus seiring dengan pandangan tentang hukum sosial yang berlaku. Hukum masa lalu telah menjadi mitologi sosial yang hanya ada dalam dongeng dan cerita masa lalu. Hukum sosial masa lalu tenggelam oleh perubahan sosial yang lebih dinamis, penuh dengan penderitaan dan kehancuran harga hukum.
Hukum adat atau norma sosial dan idtilah lain yang di sebut-sebut sebagai kaidah dan tolak ukur baik dan buruk perbuatan manusia, telah tenggelam dalam lumpur sosial dan dipenuhi oleh nilai-nilai modernitas yang meterialistik.
Perubahan sosial yang dialami bangsa Indonesia telah membangkitkan gejolak sosial yang bermanfaat dalam perspektif sosiologi hukum, sebagaimana bangkitnya perempuan yang memperjuangkan hak-hak kesetaraan gender dengan laki-laki, sehingga hak politik dan hak sosial bidaya perempuan diakomodasiakn kedalam aktifitas praktis di masyarakat dan negara. Mitologi hukum merupakan “penyakit” yang merugikan masyarakat apabila secara mormatif hukum sosial yang dimitoskan hanya dimanfaatkan oleh penguasa lokal sosial yang ingin mempertahankan wibawa genetikalnya atau kekuasaan dari dinasti keluarganya. Perubahan sosial menggali kecerdasan sosial dengan menampung harapan sosial rahadap hukum yang lebih sosiologis dan populis.
Ada tiga unsur penting yang terdapat dalam  kerangka konsep perubahan sosial, yaitu :
1.      Perubahan sistem sosial dalam arti struktur sosial yang berlaku
2.      Perubahan pola interaksi sosial
3.      Perubahan sistem nilai dan norma sosial



  1. Beberapa Teori Tentang Hukum dan Perubahan-Perubahan Sosial
Di dalam pembahasan teori dari Max Weber, salah satu sumbangan pemikirannya yang penting adalah pendapatnya atau tekanannya pada segi rasional dari perkembangan lembaga-lembaga hukum terutama pada masyarakat-masyarakat barat. Menurut Max Weber, perkembang hukum mareril dan hukum acara mengikuti tahap-tahap perkembangan tertentu, mulai dari bentuk yang sederhana yang didasarkan kepada kharisma sampai tahap termaju di mana hukum disusun secara sistematis, serta dujalankan oleh orang-orang yang telah pendapatkan pendidikan  dan latihan-latihan di bidang hukum.  Tahap-tahap perkembangan  hukum yang  dikemukakan oleh Max Weber tersebut lebih banyak merupakan bentuk-bentuk hukum yang dicita-citakan, dan menonjolkan kekuatan-kekuatan manakah yang berpengaruh pada pembentukan hukum pada tahab-tahap yanmg bersangkutan.
Suatu teori lain tenatang hubungan antara hukum dengan poerubahan-perubahan sosial pernah pila dikemukakan  oleh Emile Durkheim yang pada pokoknya menyatakan bahwa hukum merupakan refleksi daripada solidaritas dalam masyarakat. Menurut teori ini terdapat dua macam solidaritas yaitu :
1.      Bersifat mekanis, solidaritas yang mekanis terdapat pada masyarakat yang sederhana dan homogen, dimana ikatan daripada para warganya didasarkan pada hubungan-hubungan pribadi serta tujuan yang sama.
2.      Bersifat organis, solidaritas yang organis terdapat pada masyarakat-masyarakat yang heterogen dimana terdapat pembagian kerja yang kompleks.
Suatu teori lain yang mengandung unsur-unsur hukum dan perubahan-perubahan sosial adalah teori dari Sir Henry Maine. Dikatakannya bahwa perkembangan hukum dari status ke kontrak adalah sesuai dengan perkembangan dari masyarakat yanmg sederhana dan homogen ke masyarakat yang telah kopleks susunannya dan bersifat heterogen di mana hubungan antara manusia lebih ditekankan pada unsur pamrih.
Ketiga teori umum tersebut sebetulnya lebih banyak menyangkut sebab utama terjadinya perubahan-perubahan sosial, yakni masing-masing :
1.                            Komilasi yang progesif daripada penemuan-penemuan di bidang teknologi
2.                            Kontak atau konflik antara kebudayaan
3.                            Gerakan sosial (social movement).
Menurut ketiga teori tersebut di atas, maka hukum lebih merupakan akibat daripada faktor penyebab terjasinya perubaha-perubahan sosial.

  1. Hubungan antara Perubahan-Perubahan sosial dengan Hukum
Perubahanperubahan sosial yang terjadi di dalam suatu amasyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (intern), maupun dari luar masyarakat tersebut (ekstern). Suatu perubahan sosial lebih mudah terjadi apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakat lain atau telah mempunyai sistem pendidikan yang maju. Sistem lepisan sosial yang terbuka, penduduk yang heterogen serta ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan yang tertentu, dapat pula memperlancar proses perubahan sosial, dapat juga diketemukan  faktor-faktor yang mungkin menghambatnya seperti sikap masyarakat yang mengagung-agungkan masa lampau, adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat, prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing, dan seterusnya. Faktor-faktor tersebut di atas sangat mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan sosial beserta prosesnya.
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum (atau sebaliknya, perubahan-perubahan hukum dan perubahan-perubahan sosial) tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya, pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya, atau mungkin hal yang sebaliknya yang terjadi. Apabila terjadi hal yang demikian, maka terjadilah  suatu social lag, yaitu suatu keadaan  dimana terjadi ketedakseimbangan  dalam perkembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengakibatkan terjadinya kepincangan-kepincangan.
Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur-unsur sosial lainnya, atau sebaliknya, terjadi karena pada hakekatnya merupakan suatu gejala wajar di dalam suatu masyarakat bahwa terdapat perbedaan antara pola-pola perikelakuan yang diharapkan  oleh kaidah-kaidah hukum dengan pola-pola keprilakuan  yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan pola-pola perikelakuan yanhg diharapkan oleh kaedah-kaidah sosial lainnya.
Hal ini terjadi oleh karena hukum pada hakekatnya disusun atau disahkan oleh bagian kecil dari masyarakat yang pada suatu ketika mempunyai kekuasaan dan wewenang.
Hukum sosial tentang interaksi telah mengembang kearah komunikasi timbal balik yang lebih efektif dan efisien. Hukum sebagai produk sosial dan sebagai rekayasa sosial, dalam perspektif perubahan sosial harus bersifat universal, tanpa batas atau tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

  1. Hukum Sebagai Alat untuk Mengubah Masyarakat
                  Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum mungkin dipergunakan sebagain suatu mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change. Agent of change atau pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan pemimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial dan di dalam melaksanakan hal itu langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan, dan bahkan mungkin  menyebabkan perubahan-perubahan pula pada lembaga-lembaga kemasayarakatan lainnya. Suatu perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan social engineering dan social planning.
            Hukum mungkin  mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Misalnya, suatu peraturan yang menentukan sistem pendidikan tertentu bagi para warga negara mempunyai pengaruh secara tidak langsung yang sangat penting bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.
Perlu diperhatikan bahwa perbedaan antara pengaruh langsung dengan pengaruh tidak langsung dari hukum seringkali  tak dapat ditetapkan secara mutlak atau kadang-kadang dasar pembedaannya agak goyah. Sebab, dalam pelbagai hal; pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung salingmengisi. Akan tetapi keuntungan hukum bertujuan untuk memelihara tata tertib dalam masyarakat, tidak perlu bersifat konservatif.
BAB III
PENUTUP

      Perubahan sosial adalah terjadinya pergeseran sruktur dalam masyarakat, hancurnya diskriminasi sosial normatif, dan digantikan dengan diskriminasi teknologis, pola hubungan sosial dan standar perilaku yang berubah. Pandangan tentang perubahan sosial harus sering dengan pandangan tentang hukum sosial yang berlaku. Hukum masa lalu telah menjadi mitologi sosial yang hanya ada dalam dongeng dan cerita masa lalu. Hukum sosial masa lalu tenggelam oleh perubahan sosial yang lebih dinamis, penuh dengan penderitaan dan kehancuran harga diri hukum.
Hukum sosial tentang interaksi telah mengembang  kearah komunikasi timbal-balik yang lebih efektif dan efisien. Teknologi dan elektronika menjangkau materi hukum sosial dan mengubahnya dengan lebih efektif, tanpa mernghilangkan substansi normatinya.
Dalam perspektif sosiologis, hukum universal adalah kehidupan deterministik manusia, karena takdirnya yang menyebabkan manusia tidak dapat mempertahankan kekekalannya. Hukum tentang perubahan adalah hukum alam yang fana dan manusia, seadangkan hukum universal berlaku tanpa batas dan menjangkau semua sistem sosial yang mendunia.
Hukum sosial tidak hanya mempersoalkan untung dan ruginya para pelaku atau pihak lain, tetapi menyangkut persoalan keyakinan tentang dampak sosial dan dampak teolegisnya. Hukum yang bersifat normatif dalam masyarakat adalah hukum yang datang dari cita-cita sosial tentang kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar